Lima Rukun Handphone Produktif: Meninggalkan Imperialisme Smartphone & Paket Data

HP persagi, paling ideal menurut pengalaman saya sejak pertama kali punya HP
HP persagi, paling ideal menurut pengalaman saya sejak pertama kali punya HP. Fisik boleh kasar dan penuh cedera, tapi wallpaper harus romantis ala Jesse & Celine.

Itulah dia, Nokia X5-01 yang dua minggu terakhir ini menggunakan SIM Card saya lagi. Saya beli HP ini pada tahun 2011, sekitar bulan Februari atau Maret, dari seorang pemilik showroom di Malang. Saya kenal si pemilik showroom lewat Kaskus. Seingat saya, HP ini dulu harga barunya Rp. 1.300.000 dan saya beli saat baru dimiliki si pemilik selama beberapa minggu. Menurut istri si pemilik, setelah beli HP ini, dia tiba-tiba ingin beli HP android yang sepertinya tahun itu baru marak di Malang (di kalangan pemilik showroom, mungkin). Saya beli dari orang tersebut seharga Rp. 1.100.000, setelah pikir panjang dan sholat minta hujan segala (lho?).

Saya menggunakan HP itu selama nyaris satu tahun, dan kemudian istri saya yang menggunakannya karena saat hijrah ke Fayetteville, ada tawaran yang saat itu sangat bagus, yaitu mendapat Samsung Infuse 4g nyaris gratis dengan langganan data plan selama 2 tahun. Waktu itu saya pikir itu tawaran yang bagus, karena saya membutuhkan imel sewaktu-waktu untuk urusan kerja sbg penerjemah. Saya akui sangat banyak keuntungan yang saya dapatkan dari smartphone. Saya banyak belajar tentang teknologi ini dan menulis sejumlah tutorial yg dibaca dan semoga diamalkan pengguna smartphone yg ingin ngoprek smartphone mereka.

Tapi, kini, setelah semua “main-main” dan petualangan dengan smartphone dan Android, saya hanya bisa puas dan merdeka setelah kembali ke HP yang lebih bersahaja tapi memiliki semua fungsi dasar yang sangat berguna buat buat saya yang saya sebut lima rukun handphone produktif itu. Bagi saya, kelima rukun itu adalah :

  1. telepon,
  2. sms,
  3. pemutar MP3,
  4. organizer untuk pengingat hal-hal penting dan
  5. alarm agar kita bangun pagi :D.

Dengan itu, saya menantang siapa saja yang menyebut HP selain smartphone sebagai “dumbphone.” Kalau HP Anda memiliki fitur-fitur yang saya sebutkan di atas tadi, mungkin Anda perlu mempertimbangkan menyebutnya “wisephone.

Sampai saat ini, saya masih mengutuk provider telekomunikasi yang menuntut pelanggannya yang memiliki smartphone untuk juga memiliki data plan. AT&T misalnya, mereka tidak memperbolehkan pelanggannya yang memiliki smartphone untuk tidak berlangganan paket data. Kalau sampai Anda berlangganan paket data padahal Anda sebenarnya tidak mau (mungkin karena di rumah atau kantor sudah berlangganan internet, atau mungkin karena di mana-mana sudah ada wifi), maka saya bisa bilang bahwa Anda adalah orang yang dirugikan. Anda dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak Anda kehendaki. Dan parahnya lagi, sesuatu yang tidak Anda kehendaki itu merugikan Anda secara material. Apa namanya ini kalau bukan kolonialisasi? Pada kenyataannya banyak orang yang mengalami keadaan ini. Ini belum termasuk orang-orang yang membeli smartphone dan berlangganan paket data hanya karena mereka ingin atau karena orang lain juga melakukannya. Saya belum ingin mendiskusikan tentang kelompok ini.

Saya merasa puas dan merdeka saat saya punya HP yang memiliki lima fungsi yang saya sebutkan di atas. Untuk jaman ini, mungkin keterhubungan atau kemampuan menghubungi pada saat-saat tertentu bisa dibilang sangat penting. Jadi, kecuali Anda ingin mengucilkan diri atau tidak ingin diganggu orang lain, memiliki telpon yang bisa dihubungi dan menghubungi orang lain sifatnya vital. Terus, MP3 adalah sebuah anugerah terbesar dari abad ke-20. Yang saya maksud MP3 ini tidak hanya musik, tapi perekaman suara secara umum dalam bentuk digital. Pemutar MP3 adalah fitur yg paling banyak saya gunakan pada HP-HP saya selama ini, utamanya untuk musik (ini yg penting) dan mendengarkan ceramah. Saya punya beberapa paket audio perkuliahan dan ceramah yang terus-menerus saya putar untuk mengakrabkan saya dengan konsep-konsep atau hal-hal tertentu (misalnya ceramah tentang sejarah dan kuliah sastra). Kemampuan mendengar kuliah ini sangat penting bagi saya karena saya sadar bahwa sebenarnya ada banyak sekali “waktu luang” yang sebenarnya bisa saya manfaatkan. Waktu luang itu misalnya saat saya harus bersepeda ke kampus atau berjalan atau apa saja. Pada saat-saat itulah saya bisa mendengarkan file MP3. Ada pula buku-buku sastra klasik yang tidak sempat saya baca dan akhirnya bisa saya baca lewat audio book. Memang sih, karena keterbatasan bahasa, kadang-kadang saya harus mengulangi satu bab sampai dua-tiga kali untuk bisa benar-benar menikmati sebuah buku secara audio, tapi merasa itu masih sangat menguntungkan daripada tidak sama sekali. (Btw, fitur radio sebenarnya jg penting, terutama kalau tidak ingin tertinggal trend lagu dangdut dan country terbaru, hehehe…)

Maka demikianlah, meninggalkan smartphone dan kembali ke HP yang memenuhi kelima rukun HP produktif itu adalah sebuah pengalaman spiritual bagi saya. Mungkin ucapan ini kedengaran konyol, terutama karena diucapkan orang yang tinggal dan dikepung oleh kapitalisme, tapi saya bisa bilang (dan bangga bisa bilang) bahwa saya merdeka dari imperialisme paket data dan trend smartphone.

 

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *