Ritual Misdi Membersihkan Negativitas

Baiklah anggap saja ini ritual, begitu pikir Misdi ketika sudah melihat layar komputernya terbuka. Anggap saja ini bagian dari membersihkan pikiran dari sisa-sisa hari ini, sisa-sisa sampah dari timeline Facebook yang tidak bisa dia hindari. Anggap saja ini bagian dari pekerjaan yang harus diselesaikan saat ini juga, sebelum melakukan yang lain-lain.

Segera dia buka word processor. Dia memilih menggunakan LibreOffice karena tema hijaunya. Gambar pembukanya angka 5 (ya, baru saja dia download and install LibreOffice versi lima itu beberapa hari yang lalu) di bidang persegi empat warna hijau. Dia suka warna hijau, seperti warna masa muda. Setidaknya buat dia. Kecuali terpaksa, dia tidak akan menggunakan Word 2013, yang temanya biru, super profesional, dan garis-garisnya penuh perhitungan itu. LibreOffice lebih seperti anak muda, masih separuh-separuh mentah, urakan, dan mudah dibentuk.

Sementara menunggu selesainya loading aplikasi, dia setel jam tangannya. Casio G-Shock warna hitam, desain klasik, ukuran paling kecil di antara model-model G-Shock yang lain (kelas 5600). Tentu saja, untuk tangannya masih saja terlihat kesan jam tangan itu terlalu besar. Dia beli jam itu seharga 35 dolar nyaris enam tahun yang lalu. Beli online. Dia ingat sekali, setelah memencet tombol “Check out” dan kemudian membayarnya dengan kartu debit, dia merasa sangat tidak sabar ingin segera melihat jam itu, seberapa besar, seberapa tebal, seberapa berat. Dia melihat review-review jam itu di YouTube justru setelah membelinya secara online, sebelum jam itu sampai. Dia ingat orang-orang melakukan hal-hal paling gila kepada jam itu, dan jam itu masih saja bekerja. Dia membayangkan ketika itu akan menggunakan jam itu untuk melakukan hal-hal yang paling gila di dunia. Dia ingin berenang menyeberang sungai memakai jam itu–bahkan ketika itu dia belum bisa berenang. Dia ingin membantu angkat-angkat sofa berat dan tangannya (yang memakai jam tangan itu) membentur tembok dengan keras, tapi jamnya tidak rusak.

Tapi, jam itu kini tidak dia pakai untuk melakukan hal-hal ekstrim dalam arti tradisional. Dia menggunakan jam itu untuk hitung mundur, 10 menit, dalam ritual membersihkan sisa-sisa hari ini. Dia pencet tombol logam kiri bawah G-Shocknya untuk membuka fitur hitung mundur. Di situ sudah ada 10 menit, dari hari-hari sebelumnya. Jam itu pun masih dipakai untuk melakukan hal-hal ekstrim, membersihkan pikiran.

Begitu aplikasi LibreOffice 5.02 terbuka, dia segera pencet tombol kanan atas jam tangannya dan dua digit angka mikro sekon pun berpacu. Seiring laju digit mikro sekon dan detik, dia segera mengetuk-ketuk tombol di kibor, menuliskan hal-hal memuakkan yang dia alami hari ini. Dia tuliskan postingan-postingan paling pencitraan dari satu dua kontak Facebook yang tidak sampai hati untuk dia blokir. Dia tuliskan postingan-postingan penuh syukur seorang kontaknya–yang buat dia terasa sangat memuakkan. Dia tuliskan tentang foto kawan-kawan yang rutin memposting gambar-gambar makanan yang terlihat enak tapi baginya sangat memuakkan dan tidak sensitif. Tak lupa, dia tuliskan juga kata-kata bijak yang ingin dia tuliskan di Facebook tapi tidak jadi karena muak dengan kata-kata itu sendiri.

Tit tit tit tit. Dia pencet tombol kanan bawah jam tangannya, tombol yang paling nyaman karena mudah dijangkau dengan jempol kiri ketika dia pakai G-Shock itu di tangan kanan.

Di layar jam tangannya sudah terlihat 00.00. Sepuluh menit terasa sangat pendek saat dia menjalankan ritualnya itu. Dia merasa puas dengan empat paragraf tulisannya. Dia memicingkan matanya agar tulisan itu terlihat kabur. Jadinya, yang tampak adalah empat balok abu-abu yang diselingi kesan merah. Dia tidak pernah peduli dengan mengeset bahasanya, sehingga bahasa Indonesianya dianggap salah ejaan dan digaris bawah oleh LibreOffice.

Setelah meluangkan barang 10 detik memicingkan mata, melihat blok abu-abu dengan kesan merah itu, dia pun memencet Ctrl+A. Balok abu-abu menjadi hitam penuh. Kemudian kelingking kanannya menyambar tombol “Backspace.” Hitam menjadi putih. Kemudian jempol dan jari tengah kirinya bersinergi memencet Alt+F4.

Dia pun merasa bersih lagi. Segala hal memuakkan yang memaksa masuk ke pikirannya sudah dia muntahkan. Dia pun siap membuka…

Written By

More From Author

(Terjemahan Cerpen) Mereka Terbuat dari Daging karya Terry Bisson

“Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Daging. Mereka terbuat dari daging.” “Daging?” “Tak diragukan lagi. Kami…

Thank You, Dua Satu! Let’s Go Loro Loro!

Beberapa menit lagi 2021 sudah usai dan saya perlu menuliskan satu catatan kecil biar seperti…

(Resensi) Puser Bumi oleh Mas Gampang Prawoto

Berikut resensi terakhir dalam seri tujuh hari resensi. Kali ini kita ngobrol soal buku puisi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *