Kesan seringkali jauh lebih ganas dibanding aslinya.
Linguistik itu kesannya nyaris selalu serius, Bund! Kalau bagi khalayak umum, yang tidak pernah kuliah di jurusan bahasa atau sastra, saya bayangkan “linguistik” ini punya kesan semacam “statistika” atau “analitik” atau sejenisnya. Bagi yang pernah kuliah di bidang bahasa, linguistik mungkin akan terkesan seperti matematikanya ilmu humaniora. Akhirnya, linguistik jadi terkesan serius dan sulit membayangkan untuk menyukainya.
Padahal, tidak sepenuhnya seperti itu. Bahkan, buat yang memahaminya, matematika pun merupakan bidang ilmu yang tak kalah mengasyikkannya. Lihat saja itu Om Cedric Villani, peraih field medal di bidang matematika yang bisa bicara penuh gairah tentang matematika dan tetap penuh gaya dalam kesehariannya–bahkan disebut “Lady Gaga-nya Matematika.” Apalagi linguistik! Belum apa-apa pun saya tahu pasti linguistik itu bisa segaya itu dan tidak perlu selalu dikesankan Candil–maksud saya serius.
Karena itulah, terkait linguistik, beberapa waktu terakhir ini kawan-kawan dan saya di tempat kerja mengangankan sebuah usaha menunjukkan linguistik secara lebih jauh dari kesannya saja. Setelah pembicaraan tipis-tipis tapi kontinyu, seperti halimun di Ranu Kumbolo, setelah tanya kanan dan kiri, kami pun ketemu tema-tema yang kami harap bisa menunjukkan potensi linguistik yang semestinya. Hasilnya: seminar tentang forensic linguistics dan linguistic landscape.
Forensic linguistics itu menurut salah satu dari kami, Pak Ounu, artinya kira-kira penerapan ilmu bahasa dalam menyelesaikan persoalan hukum. Tentu cabangnya banyak sekali, mulai dari mengenai pola kata-kata yang dipakai seseorang dalam surat ancaman sampai pengenalan suara yang dipakai orang untuk melakukan teror dan sejenisnya. Di seminar kami itu, kami fokus di perbandingan suara (voice comparison) untuk bidang linguistik forensik.
Sementara itu, linguistic landscape adalah satu bidang kajian yang menyoroti fenomena kebahasaan dalam tanda-tanda publik. Begitu kira-kira menurut Bu Ika Nurhayani, tamu kami dari Universitas Brawijaya (yang sebenarnya kawan seangkatan saya di Program Fulbright tahun 2008 dulu). Yang disoroti linguistic landscape ini adalah bagaimana fenomena kebahasaan terjadi di papan-papan nama, reklame, rambu-rambu, dan sebagainya. Bidang-bidang kajiannya cukup beragam. Salah satu yang bisa dikaji adalah penggunaan berbagai bahasa dalam papan-papan nama, yang bisa mengindikasikan struktur sosial. Kalau di sebuah daerah di Indonesia ada banyak papan nama berbahasa Belanda, misalnya, kita bisa melacak dan memahaminya lebih jauh dengan kajian di bidang pariwisata untuk mengetahui bahwa ternyata di kawasan ini, turis dari Belanda merupakan pihak yang sangat penting. Itu misal saja. Lainnya banyak lah.
Kalau tertarik lebih jauh soal ini, silakan deh intip rekaman webinar di Program Studi Sastra Inggris Universitas Ma Chung ini. Btw, ini tempat kerja saya lho. Keren nggak?