Jogging Warna-warni di Tangerang

Mari kita awali posting dengan rasa syukur karena dalam beberapa bulan terakhir ada beberapa kesempatan saya meninggalkan Malang untuk urusan ini itu. Kalau beberapa waktu lalu saya ceritan tentang lari di Bogor, kali ini saya ingin cerita sensasi jogging di Tangerang. Karena lokasinya, pengalaman Tangerang ini terasa lebih warna-warni. Gimana itu maksudnya? Jadi begini…

Jogging di sela waktu

Kita awali dulu dengan cerita behind the scene-nya. Pada bulan Maret dan April, saya dan kawan-kawan di Prodi Sastra Inggris Universitas Ma Chung menyiapkan sebuah proposal hibah. Prinsipnya sih hibah ini akan membantu kami dalam melaksanakan program-program Kampus Merdeka demi peningkatan belajar mahasiswa dan peningkatan kapasitas kami para dosen. Nah, di bulan Juni yang lalu, kami dapat kabar bahwa proposal kami lolos seleksi administratif dan beberapa dari kami para penyusun proposal diminta untuk datang guna memverifikasi proposal kami sebelum akhirnya diputuskan akan didanai atau tidak. Kami diminta datang ke Tangerang, di hotel Novotel. Maka kami pun datang untuk “verifikasi” ini. Setelah dua hari harus kerja keras memperbaiki proposal sampai jam 2 pagi, di hari ketiga kami sudah longgar. Di situlah saya memutuskan untuk menikmati udara pagi dan sekeliling hotel Novotel Tangerang. Itulah momen jogging yang akan saya ceritakan.

Tangcity Superblock, start awal dan finish akhir jogging pagi itu

Keluar dari pintu Novotel berarti kita masuk ke wilayah pertokoan. Di sini hanya ada mall, restoran fastfood waralaba internasional, dan lain-lain. Nama lokasinya Tangcity Superblock. Kalau kita hanya melihat yang di depan mata, mungkin kita cenderung malas untuk meninggalkan hotel. Tapi saya mengandalkan kepada satelit sebelum meninggalkan hotel pagi itu pada pukul 5.45 WIB. Google Maps satelite view menunjukkan bahwa begitu keluar dari kawasan pertokoan, kita bisa ketemu kampung, danau, sungai, dan satu taman bernama lucu: Taman Gajah. Oke, medannya sepertinya asyik ini.

Maka, dengan sepatu yang sebenarnya tidak dirancang untuk lari, saya pun meninggalkan pintu hotel. Sepatu saya ini sepatu kanvas dari Kodachi (local pride!) dengan dasar sole luar datar dan tidak cukup empuk. Kalau untuk berkegiatan aktif seharian memang nyaman, tapi kalau untuk lari, tentu beda lagi. Akhirnya, untuk menambahkan kenyamanan, saya pakai kaos kaki agak tebal sehingga tidak ada gesekan dari tepi dinding kanvas dengan kulit kaki. Tangcity Superblock saya tinggalkan tidak lama setelah saya mulai jogging.

Jogging di taman dan sungai

Begitu sampai di jalan besar belakang hotel, saya memilih arah menuju Sungai Cisadane. Alasannya adalah karena di sanalah ada Taman Gajah. Ketika melihat di Google Maps, saya bertanya-tanya kenapa namanya selucu ini. Ya, saya selugu itu urusan Tangerang. Begitu sampai, saya disambut patung gajah yang mungkin seukuran gajah betulan dan terbuang dari … ban mobil! Ah, saya langsung sadar oalah, berarti gajah ini adalah Gajah Tunggal, pabrikan ban lokal itu! Local pride!

Gajah daur ulang menyambut pengunjung thanks to PT Gajah Tunggal

Ternyata tamannya memang penuh elemen ban mobil. Tempat duduknya dari ban mobil, taman bermain anak-anak dari ban mobil, ayunan (apalagi!) dari ban mobil. Intinya, semuanya serba ban mobil. Saya lihat semua ini sambil berlari-lari kecil. Dan sesekali sih berhenti.

Belakangan, saya menemukan informasi dari berita Tribunnews ini bahwa taman ini merupakan wujud upaya PT Gajah Tunggal mendukung peningkatan kualitas kehidupan di kota Tangerang. Ya, saya bisa bayangkan masyarakat yang ingin bersantai di sore hari bisa ke taman ini dan berada di sela-sela pepohonan untuk menikmati tawaran oksigennya ketika hawa terasa pengap atau udara terasa membekap.

Di sisi kiri taman ada sebuah kali pembuangan kecil yang menuju Sungai Cisadane. Di situ ada seseorang yang sedang memancing. Di belakangnya ada tas berisi peralatan mancing. Tak jauh dari situ ada kantong plastik yang tergantung di pagar. Kantong ini berisi air dan ikan lele. Itu perolehannya semalaman mancing di kali pembuangan menuju sungai besar.

Kurang puas dengan tampilan sungai dari sebelah taman ini, saya pun melanjutkan jogging ke arah jembatan yang membelah sungai Cisadane. Taman Gajah Tunggal pun saya tinggalkan. Dari situ terlihat selebar apa sungai ini dan setenang apa airnya. Di satu bagian ada perahu sederhana yang sepertinya buat mancing juga.

Di kampung, jogging stop dulu

Lokasi selanjutnya yang menjadi sasaran adalah kampung yang mulutnya ada di dekat jembatan sungai Cisadane ini. Kampung di Tangerang kurang lebih sama dengan kampung di Malang, Surabaya, dan lain-lain. Padat dan merayap dengan banyak keluarga punya tanaman-tanaman di pot depan rumah. Tidak punya halaman bukan penghalang untuk memiliki keindahan dan kesegaran. Di sini ritme perjalanan menurun drastis. Tidak ada lagi jogging-joggingan. Yang ada hanya jalan kaki dan sebentar-sebentar bilang “permisi,” khususnya kalau ada yang duduk-duduk depan rumah.

Masuk kampung banyak tanaman

Saya keluar meninggalkan kampung melalui gang ada ada di kawasan pertokoan belakang Tangcity Superblock. Setelahnya bisa saja saya masuk ke kawasan Superblock dan balik ke hotel, tapi kok kayakanya jogging pagi itu belum cukup substansial. Akhirnya saya terus menyusuri jalan, melewati penjual nasi bakar (Gusti! Betapa berat godaan nasi bakar! Kalau saya bawa tas, pasti sudah beli dua, sekalian buat rekan yang sekamar di hotel). Di pertigaan besar, saya memilih ke kiri (belok kanan akan membawa saya ke Taman Gajah lagi). Di sepanjang trotoar, sudah terlihat para sopir bus yang siap, penjual kopi sasetan dengan gerobaknya sudah stand by, petugas kebersihan juga masih menyapu titik-titik sporadis.

Ada taman di persimpangan

Nah, di belokan terakhir menjelang hotel, ternyata ada lagi taman kecil yang dibuat nyaman buat bersantai menghirup oksigen di sore hari. Ada patung penari dan ornamen berbentuk kapal layar. Di situ tertera nama si taman: Taman Potret. Aha! Banyak juga taman di kawasan ini. Ada bagian taman yang sedang diperbaiki. Ada orang yang sebentar-sebentar muncul dari belakang taman yang ternyata adalah parkiran motor. Sejak memasuki kampung tadi, saya sudah lupa kalau saya jogging. Jadinya ya, praktis saya hanya jalan kaki sambil banyak foto-foto. Taman Potret ini merupakan puncak dari acara foto-foto pagi ini. Alangkah tepatnya.

Taman Potret

Selepas Taman Potret, yang tampak di hadapan adalah Tangcity Superblock dengan arsitekturnya yang standar modern dan banyak sign brand-brand makanan dan minuman. Saya berlari lagi sedikit menuju pintu hotel, biar tidak lupa tujuan awalnya keluar tadi: buat jogging. Itulah penghujung jogging saya menikmati suasana pagi di Tangerang. Joggingnya sedikit, tapi yang dilihat banyak, warna-warni, mulai dari pertokoan, pasar, taman gajah ban daur ulang, perkampungan, aroma nasi bakar, dan taman lagi. Joggingnya mungkin cuma separuh rute. Sisanya lebih banyak foto-foto. Tapi ya, so what? Toh tidak ada target yang harus saya capai dalam sesi pagi itu. Verifikasi dan revisi proposal juga sudah usai.

Oh ya, beberapa minggu kemudian kami dapat kabar bahwa proposal hibah kami diterima. Syukur alhamdulillah. Sekarang kami lagi sibuk menjalankan kegiatannya, tapi ya urusan kardio sama sekali tidak boleh ditinggalkan. Ada jeda, tapi harus kembali lagi. Kalau tidak sehari memutuskan tidak olahraga, setidaknya saya memutuskannya dengan sadar karena satu atau lain alasan. Begitu ingat dan sempat, saya akan kardio lagi. Seperti tadi lah, setidaknya sebelum kembali ke hotel saya sempat berlari lagi.

More From Author

Masjid Makbadul Muttaqin, Terang tapi Menyejukkan

Masjid di Mojosari ini dari luar tampak megah dengan kubah lancipnya yang berwarna hijau. Siapa…

Gelora Bung Karno (GBK), a Morning Oasis Amidst the Haze

If you're in Jakarta and have a two hours period of time to spend in…

Menengok Pantai Selatan di luar JLS

Tulisan ini tentang pantai selatan, tapi karena perihal perjalanannya asyik, saya tuliskan dulu perjalanannya. Baru…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *